Langsung ke konten utama

Postingan

Berani tanda tangan bahwa hasil stock opname benar?

 Satu hari, saya ikut meeting Manager dan Direksi di suatu Perusahaan besar. Saat meeting, Manager GA HRD, berkata seperti ini : "Tiap bulan, Tim Logistik dan Akuntansi melakukan stokopname. Beranikah menanda tangani Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa data stokopname bulan ini itu akurat? " Yang pertama ditanya adalah Manager Akuntansi, Beliau keberatan untuk tanda tangan, dan berkata "Tiap bulan stokopname Tim Saya hanya mendampingi Tim Gudang melakukan stokopname." Kemudian Manager Logistik diberi pertanyaan yang sama, ternyata Beliau juga keberatan untuk tanda tangan, Beliau berkata "Tiap bulan stokopname itu kan atas permintaan Akuntansi, hajatnya Akuntansi" Dua Departemen melakukan kegiatan bersama, Stokopname, ke-2nya menanda tangani Laporan Hasil Stokopname, tapi tidak ada yang berani menanda tangani Surat Pernyataan, Pertanyaan berikutnya : Sebenarnya siapa yang bertanggung jawab atas kebenaran data hasil stokopname ? Jika kebenaran data hasil

Tipe barcode mana yang cocok untuk gudang Anda?

Paling sedikit ada 3 tipe barcode yang dapat kita gunakan di gudang/produksi. Tipe 1 : Barcode Supermarket Di Indonesia menggunakan simbologi EAN-13. Barang yang sama menggunakan barcode yang sama. Contoh :  Ada 2 bungkus Supermie kari ayam, maka keduanya memiliki barcode yang sama. Barcode ini dibuat sebenarnya bukan untuk intern Perusahaan tapi untuk Customer. Hampir semua Tim IT hanya mengerti tipe barcode ini, karena ini yang kerap ditemui di retail/Supermarket. Pada banyak kasus, menurut saya pilihan ini keliru. Tipe 2 : Barcode Batch Kemasan/Dus dengan batch sama akan memiliki barcode yang sama. Tipe 3 : Barcode Serial Tiap Dus/palet pasti memiliki barcode yang berbeda, walaupun barangnya sama. Akurasi yang paling tinggi adalah barcode tipe 3 karena tidak bisa discan 2x atau lebih. Operasional di gudang paling cepat adalah tipe 3 karena, hampir di semua transaksi tidak perlu scan barcode lokasi (kecuali put away). Traceability paling tinggi adalah tipe 3, karena lebih rinci dari

Apakah stock opname sampling mungkin dilakukan?

Satu hari saya masuk ke Perusahaan Manufaktur, katakan Perusahaan A.  Di  Departemen Logistik saya melihat Deskripsi kerja seorang stafnya. Pada Deskripsi kerjanya saya lihat salah satu tugas rutinnya adalah Stokpname sampling 10 kode barang per hari di gudangnya. Sekilas stokopname sampling 10 kode barang per hari tampak mudah. Bagaimana menurut Anda?  Kemudian saya tanya ke Staf Logistik tersebut apakah stokopname sampling ini berjalan, sudah tidak jalan katanya. Mengapa? Saya akan jelaskan jawabnya. Penyimpanan satu kode barang di gudang Perusahaan A ternyata tersebar di beberapa lokasi dalam satu gudang. Jadi misalnya 10 kode barang yang akan distokopname sampling adalah kode barang : A, B, C, D, E, F, G, H, I, J. Saat Staf Logistik masuk ke gudang untuk melakukan stokopname sampling kode barang pertama yang akan distokopname adalah kode barang A, Staf Logistik akan pergi ke lokasi kode barang A biasa disimpan, katakan stoknya ada 10 pcs, maka akan dicatat di kertas stok barang A a

Data stok di komputer itu data per kapan?

Satu hari Staf PPIC melihat stok bahan baku di komputernya, stok cukup, kemudian dibuatlah SPK Produksi. Setelah SPK Produksi diberikan ke Departemen Produksi, maka SPK tersebut dipakai sebagai dasar untuk meminta bahan baku ke gudang. Ternyata stok bahan baku di gudang untuk SPK tersebut kosong. Mengapa demikian? Satu hari Staf Pembelian melihat Laporan stok di bawah minimum di komputernya, ada beberapa SKU yang di bawah stok minimum dan harus segera diorder ke Supplier. Maka dibuatlah PO untuk Supplier. Setelah barang dari Supplier datang ternyata sebenarnya stok yang di gudang masih banyak, masih jauh di atas stok minimum. Mengapa demikian? Ada beberapa penyebab data stok selisih, di artikel ini saya akan membahas salah satunya. Satu hal yang sering terlewatkan oleh Perusahaan adalah data stok sebenarnya tidak uptodate, jadi saat Staff PPIC maupun Staf Pembelian melihat data stok di komputernya, data yang tampil itu bukanlah data yang uptodate, mungkin data kemarin, mungkin juga dat

PPIC seperti pemain sirkus

Dalam rangka membenahi gudang Perusahaan Manufaktur, sering kali kami berhubungan dengan Departemen PPIC. Seperti yang kita ketahui, tanggung jawab utama PPIC adalah : Menurunkan Order Produksi di dalamnya tercakup : menentukan jadual produksi dan menghitung kebutuhan bahan baku. Di ruangan PPIC sering saya temukan white board lebar, yang menulis rencana produksi, berapa outstanding, realisasi, dsb. Pada saat PPIC mau turunkan Order Produksi/MO/SPK mereka periksa dulu stok bahan baku di komputer mereka, setelah OK, mereka print out Order produksi, berikan ke Departemen Produksi. Kemudian Dept.Produksi meminta bahan baku ke gudang, begitu sampai gudang ternyata stok bahan baku tidak ada/kurang ! PPIC segera mendapat informasi, dan harus mengubah Rencana Produksi, pending Order Produksi tsb, cari prioritas berikutnya, cek stok bhn baku, print out Order produksi. Tapi hal penyimpangan stok di gudang bahan baku bisa terjadi lagi. PPIC sering kaget dan mencoba menggunakan BOM pengganti, ata

Apakah Manager Gudang tahu 10 dus barang hilang kemarin ?

Di hampir semua Perusahaan tiap bulan dilakukan stokopname. Perusahaan-perusahaan yang sudah dapat melakukan stokopname rutin tiap bulan memiliki percaya diri bahwa gudangnya sudah ada di jalan yang benar, Perusahaan yang belum dapat melakukan stokopname secara rutin tiap bulan biasanya mengerti bahwa salah satu penyebab gudangnya masih belum 'rapih' adalah karena belum mampu melakukan stokopname secara rutin. Pertanyaan yang saya ajukan kepada Manager Gudang yang sudah rutin melakukan stokopname tiap bulan : "Apakah Bapak atau Ibu tahu 10 dus barang hilang kemarin ? Apakah harus menunggu stokopname berikutnya baru hal ini dapat diketahui ? Jika selisih stokopname biasa puluhan bahkan ratusan dus tiap bulan, hilang 10 dus kemarin tentu akan sulit diketahui, akan tercampur dengan kesalahan-kesalahan lainnya : salah kirim, tertukar barang, dsb. Beberapa tahun lalu di Harian Pikiran Rakyat, di Bandung, muncul berita di halaman 1: " Perusahaan X, manufaktur sepatu, kehila